Friday, February 26, 2016

It's a diagnosis. not a prognosis .....




5 hari Valleria di rumah, kami menerima banyak sekali tamu.
Hampir setiap hari kami kedatangan tamu dari dari pagi hingga malam.
Saya sering tidak sempat untuk mompa ASI karena banyak tamu yang bergantian datang.
Malam hari juga saya dan suami bergantian 2 jam sekali untuk memberikan asi untuk Valleria.
Valleria jarang sekali menangis. Dia hanya menangis apabila poop or pee.

Sabtu, 28 November 2015. Teman-teman kami ramai sekali yang datang. Semua orang keluar masuk kamar untuk melihat Valleria. Tidak sedikit teman-teman yang datang mendoakan Valleria.

Hari itu, teman saya, Hendra, yang juga photographer yang membantu saya foto maternity datang.
Dia tiba-tiba datang dan membawa kamera bilang, "Sini gw mau foto Valleria"



Bibir Valleria sangat kering. Karena dia minum tidak melalui mulutnya. Tapi melalui selang sonde langsung ke lambung.
Tiba-tiba Valleria poop. Jadi bete deh. 

Valleria bete lagi bobo terus dibukain semuanya buat foto.


nah ini dia sang photographer, Mr Hendra Kusuma, lagi curhat problema hidup sama Valleria.

Malam harinya saudara kami datang, salah satu dari mereka bilang ke saya, "Nanti ini kalau sudah lewat. Kamu harus minum obat ini. Itu untuk membersihkan virus-virus di dalam kamu" Saya diam.
Malam hari saat saya tidur, saya menangis. Saya merasa bersalah. Apa benar orang-orang menggangap saya yang menyebabkan Valleria seperti ini?
Karena saya dan suami sudah berjanji untuk tidak menangis di depan Valleria, dan oh ya, Valleria sama sekali tidak mau tidur di box nya, jadi dia selalu tidur disamping saya. Akhirnya saya menangis di kamar mandi selama 1 jam malam itu agar Valleria tidak tahu saya menangis.

Since Valleria was born, there are a lot of this phrase "Feed her these. Give her these tests. Take her to this place."
They were trying to tell me that I wasn't being a good enough mom. I'm getting so sick of explaining.....


Keesokan harinya, Valleria menangis dari pagi. Setiap saya taruh ke ranjangnya dia akan menangis, saya gendong juga nangis. Saya coba lepas bedongnya dia juga tetap menangis. Saya dan mertua saya terus bergantian menggendongnya. Tapi dia tetap tidak berhenti menangis. Rasanya saat itu serba salah. Mau gimana juga Valleria tidak berhenti menangis.
Saat itu suami saya sedang keluar untuk membeli barang. Saya terus mencoba menggendong dia dan membacakan doa. Akhirnya Valleria mulai tenang.
Setelah dia tenang, saya ingin mengembalikan dia ke ranjang. Saya lihat badan dia lemas. Dan saya coba goyang-goyangkan, dia tidak merespons apa-apa. Sampai sekitar 30 detik, dia tiba-tiba menarik nafas panjang. Kemudian dia mulai menangis lagi.
Ya ampun, saya ga ngerti apa yang dia rasakan. Mungkin dia sedang kesakitan. Waktu itu saya benar-benar tidak tau harus bagaimana. Saya mulai panik. Saya telpon suami saya agar dia segera pulang.

Saat suami saya tiba di rumah, Valleria masih terus menangis. Akhirnya saya coba kangaroo care selama 30 menit, akhirnya Valleria mulai tertidur pulas. Saya coba untuk mengembalikan dia ke ranjang.
Saat saya meletakkan Valleria ke ranjang, badannya dingin, pucat dan membiru. Dan juga sangat lemas. Saya goyang-goyangkan dia. Dia tetap tidak bereaksi. Sepertinya nafasnya berhenti.

Saat itu sekitar pukul 3 sore, kami langsung membawanya ke RS Harapan Kita. Saat kami tiba di UGD RS Haparan Kita, mereka melihat rekam medik Valleria. Setelah mengetahui Valleria adalah bayi Trisomy 18,
Dokter jaga disana mengatakan, "Ibu kan tahu anak ibu kondisinya bagaimana. Kalau begini, ga usah dibawa ke rumah sakit. Ibu rawat aja di rumah."
Dalam hati saya, masa kalau lihat anaknya sesak saya akan diam saja di rumah?
"Dia tadi apnea. Lupa nafas saat tidur. Sering terjadi apabila dia tidur terlalu nyenyak. Ini biasa pada anak seperti ini," lanjut dia.

Hari itu NICU mereka penuh, jadi mereka tidak bisa menerima Valleria. Valleria dipindahkan ke RS lain.
Selama 5 jam di UGD Rs Harapan Kita, Valleria terus menangis dan saturasi oksigennya sudah mulai terus turun. Akhirnya saya minta ke susternya agar Valleria dibantu pasang selang oksigen untuk membantu pernafasannya. Itulah pertama kali Valleria memakai selang oksigen.
Suster juga bergantian datang hanya untuk memberitahukan satu sama lain, bahwa Valleria ini bayi trisomi 18.
Selama di UGD, saya sendiri yang memberikan Valleria ASI dan mengganti popoknya.
Sampai jam 8 malam, akhirnya kami baru bisa membawa Valleria dengan ambulance ke RS Siloam Kebun Jeruk setelah mengurus segala macam urusan administrasi.

Sesampai di RS Siloam, dokter mengatakan bahwa Valleria terkena Pneumonia. Ada cairan di paru-parunya. Valleria harus dirawat di RS beberapa waktu. Saat ini, banyak selang terpasang di seluruh tubuh Valleria. Valleria mulai dipasang CPAP (Alat bantu pernafasan) , infus, sonde dll.
Sebelum pulang saya pamit ke Valleria, "Cepat kuat ya sayang, biar nanti bisa pulang lagi ke rumah tidur sama mama"

Setelah mengetahui Valleria adalah bayi trisomy 18, dokter menanyakan, sejauh mana kami ingin dia menangani Valleria.
Dilihat dari kondisinya, bisa jadi akan membaik. Atau malah akan semakin memburuk.
Kita pasti mengharapkan Valleria akan membaik.
Tapi kalau memburuk, apa kami ingin Valleria tetap hidup tapi selalu butuh alat bantu? Atau kami sudah pasrah dengan kondisinya?

"Lakukan terbaik yang dokter bisa. Seperti dokter memperlakukan bayi lain tanpa melihat Valleria adalah bayi trisomy 18" jawab kami waktu itu.

3 comments:

  1. Fighting! Just believe in His beautiful plan :) you're a good mom and may God bless you, baby valleria and your husband

    ReplyDelete