10 November 2015
Setelah dijadwalkan untuk operasi sesar pada tanggal 11, kami diminta untuk masuk Rs pada tanggal 10 November untuk mepersiapkan semuanya.
Pada pagi hari itu, saya dan suami ke rumah orang tua saya untuk mengambil beberapa perlengkapan, lalu makan siang dan kemudian menuju rumah sakit.
Sekitar pukul 15.00 saya,suami, dan mama mertua saya (baru saja tiba sehari sebelumnya dari Medan) sampai di rumah sakit, setelah melengkapi berbagai keperluan administrasi akhirnya kami diijinkan untuk masuk ke kamar.
Tidak berapa lama, orang tua saya pun datang untuk menemani saya. Karena suami saya akan mengantar mama mertua saya pulang ke rumah untuk istirahat.
Sebelum mengantar mamanya, saya bilang sama suami saya,
Sebelum mengantar mamanya, saya bilang sama suami saya,
"Beli dunkin donuts yok. Nanti sebulan aku puasa ga boleh makan apa-apa. Hehe jadi puasin dulu makan"
Kami jalan-jalan berdua di sekitar rumah sakit sambil mencari makanan. Sebenarnya kehamilan saya sangat berjalan mulus. Tidak ada kontraksi, semuanya baik. Setiap suster mengecek detak jantung dede, semua juga bagus. Tidak ada kelainan apapun. Semuanya normal.
dr Erdwin memberikan catatan kepada pihak rumah sakit bahwa bayi saya ada kelainan jantung dan perlu untuk dipersiapkan ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Dan ruang NICU yang perlu disiapkan adalah NICU level 3, dimana merupakan tempat bayi yang membutuhkan alat bantu nafas karena mereka tidak bisa bernafas sendiri.
Saat suami saya mengantar mertua saya pulang, dr jaga NICU datang ke kamar saya dan memberitahukan bahwa ruang NICU mereka sudah penuh. Baik level 3 maupun level 2 (NICU yang tidak membutuhkan alat bantu nafas namun tetap di kontrol 24 jam). Dan kami diminta, kalau memungkinkan menunda kelahiran.
"Jadi saya harus tunda sampai kapan?" tanya saya.
Saat suami saya mengantar mertua saya pulang, dr jaga NICU datang ke kamar saya dan memberitahukan bahwa ruang NICU mereka sudah penuh. Baik level 3 maupun level 2 (NICU yang tidak membutuhkan alat bantu nafas namun tetap di kontrol 24 jam). Dan kami diminta, kalau memungkinkan menunda kelahiran.
"Jadi saya harus tunda sampai kapan?" tanya saya.
Dr jaga juga tidak bisa memberikan kepastian, ruang NICU mereka memang selalu penuh karena banyak sekali rujukan dari rumah sakit lain baik dari Jakarta maupun dari luar kota. Saya waktu itu juga tidak bisa memberikan keputusan, karena suami saya sedang tidak ada.
Setelah suami saya kembali dan bertemu dengan dr jaga, dr jaga mengatakan, sebaiknya bayi nya tetap di dalam kandungan dulu. Karena menurut dia, di dalam kandungan bayi nya lebih aman. Sedangkan kalau sudah di luar, kita tidak tau bagaimana kondisi dia nanti.
Waktu itu sebenarnya hati kecil saya sangat yakin, bayi kami, yang kami akan beri nama 'VALLERIA ELINOR HUANG' , tidak akan butuh ruang NICU.
Dan dokter tersebut mengatakan tidak ada yang bisa dilakukan ketika nanti butuh alat bantu nafas karena semua ruangan sudah penuh. Setelah berbincang cukup lama namun kami tetap tidak menemukan jalan keluar,
akhirnya kami mengatakan bahwa apabila perlu menunda kelahiran, biar dokter kandungan yang memutuskan.
Akhirnya malam itu saya tidak bisa tidur. Saya cuma bolak balik di kasur. Suami saya tidur di sofa. Setiap beberapa jam suster datang untuk mengecek kondisi dede di dalam kandungan dan kondisi saya.
Sampai pukul 23.30 dr Erdwin mengetuk pintu kamar dan bilang, besok tetap akan operasi pukul 12.00 seperti yang dijadwalkan. Saya sedikit lega mendengarnya.
Tetapi malam itu saya benar-benar tidak bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar saya melihat jam, dan melihat suami saya. Karena saya jam 4 diminta untuk mulai puasa, maka saya akhirnya jam 3 bangun untuk makan sebelum saya puasa malam itu. Setelah makan, saya baru mulai bisa memejamkan mata. Dan jam 5 suster sudah mengetuk pintu untuk mengecek kondisi saya. Setelah itu, saya sudah sangat segar dan tidak bisa memejamkan mata lagi.
Akhirnya setelah 2 jam di kasur hanya bermain dengan hp saya, saya bangun untuk mandi dan keramas (saya sangat menikmati keramas saya hari itu haha karena keramas saya berikutnya adalah 30 hari kemudian).
Setelah suami saya kembali dan bertemu dengan dr jaga, dr jaga mengatakan, sebaiknya bayi nya tetap di dalam kandungan dulu. Karena menurut dia, di dalam kandungan bayi nya lebih aman. Sedangkan kalau sudah di luar, kita tidak tau bagaimana kondisi dia nanti.
Waktu itu sebenarnya hati kecil saya sangat yakin, bayi kami, yang kami akan beri nama 'VALLERIA ELINOR HUANG' , tidak akan butuh ruang NICU.
Dan dokter tersebut mengatakan tidak ada yang bisa dilakukan ketika nanti butuh alat bantu nafas karena semua ruangan sudah penuh. Setelah berbincang cukup lama namun kami tetap tidak menemukan jalan keluar,
akhirnya kami mengatakan bahwa apabila perlu menunda kelahiran, biar dokter kandungan yang memutuskan.
Akhirnya malam itu saya tidak bisa tidur. Saya cuma bolak balik di kasur. Suami saya tidur di sofa. Setiap beberapa jam suster datang untuk mengecek kondisi dede di dalam kandungan dan kondisi saya.
Sampai pukul 23.30 dr Erdwin mengetuk pintu kamar dan bilang, besok tetap akan operasi pukul 12.00 seperti yang dijadwalkan. Saya sedikit lega mendengarnya.
Tetapi malam itu saya benar-benar tidak bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar saya melihat jam, dan melihat suami saya. Karena saya jam 4 diminta untuk mulai puasa, maka saya akhirnya jam 3 bangun untuk makan sebelum saya puasa malam itu. Setelah makan, saya baru mulai bisa memejamkan mata. Dan jam 5 suster sudah mengetuk pintu untuk mengecek kondisi saya. Setelah itu, saya sudah sangat segar dan tidak bisa memejamkan mata lagi.
11 November 2015
Dalam tradisi kami, selepas melahirkan, pada masa nifas, kami tidak boleh mandi selama 12 hari pertama. Dan tidak boleh keramas selama 30 hari. Selesai mandi, suami saya keluar sebentar untuk sarapan.
Lalu tidak lama, orang tua dan ke dua mertua saya datang (papa suami saya baru tiba dari Medan semalam). Lalu suster mulai datang untuk menyiapkan semua keperluan sebelum operasi.
Sekitar pukul 11.00 Saya mulai diinfus karena jadwal operasi saya jam 12. Dan bersiap-siap untuk masuk ruang operasi. Saat jarum infus sudah disuntikkan, pihak rumah sakit tidak mengijinkan saya masuk ruang operasi. Suami saya diminta untuk menandatangani surat, bahwa orang tua mengetahui bahwa ruang NICU penuh dan orang tua menyetujui tidak akan dirawat di ruang NICU level 3.
Waktu itu saya sudah sangat nervous dengan jarum di tangan saya dan akan masuk ke ruang operasi. Tetapi saya tidak boleh masuk sebelum surat itu di tandatangani. Kami tentunya tidak menyetujui hal itu. Apakah mereka akan membiarkan saja bayi saya? Hampir 1 jam mereka berdebat di luar ruangan. Saya di dalam menunggu dengan sangat tegang.
Sebentar-sebentar bertanya, "Sudah beres blom sih?"
Lalu tidak lama, orang tua dan ke dua mertua saya datang (papa suami saya baru tiba dari Medan semalam). Lalu suster mulai datang untuk menyiapkan semua keperluan sebelum operasi.
Sekitar pukul 11.00 Saya mulai diinfus karena jadwal operasi saya jam 12. Dan bersiap-siap untuk masuk ruang operasi. Saat jarum infus sudah disuntikkan, pihak rumah sakit tidak mengijinkan saya masuk ruang operasi. Suami saya diminta untuk menandatangani surat, bahwa orang tua mengetahui bahwa ruang NICU penuh dan orang tua menyetujui tidak akan dirawat di ruang NICU level 3.
Waktu itu saya sudah sangat nervous dengan jarum di tangan saya dan akan masuk ke ruang operasi. Tetapi saya tidak boleh masuk sebelum surat itu di tandatangani. Kami tentunya tidak menyetujui hal itu. Apakah mereka akan membiarkan saja bayi saya? Hampir 1 jam mereka berdebat di luar ruangan. Saya di dalam menunggu dengan sangat tegang.
Sebentar-sebentar bertanya, "Sudah beres blom sih?"
Saya rasanya waktu itu cuma pengen cepat-cepat operasi. Saya mau lihat anak saya.
Akhirnya keputusan bersama diambil, pihak rs akan memonitor bayinya selama 6 jam setelah lahir. Apabila dibutuhkan masuk ruang NICU dan rs penuh, mereka akan rujuk ke rs lain.
Pukul 13.00 saya masuk ke ruang operasi.
Saat masuk ruang operasi dan berpamitan dengan suami saya.
Suster bilang ke suami saya, "bapak nanti lihat bayi nya dari jendela sana ya."
Saat masuk ruang operasi dan berpamitan dengan suami saya.
Suster bilang ke suami saya, "bapak nanti lihat bayi nya dari jendela sana ya."
Lalu saya masuk ruang operasi, dr Erdwin masih sempat menepuk pundak saya bilang,
"tenang ya."
Lalu saya mulai dibius. Dan dokter mulai melakukan operasi.
13.25 Valleria lahir dan menangis. Ya menangis! Walaupun tangisan itu kecil. Tapi dia menangis.
Dan semua orang di dalam ruangan bilang, Selamat ya, bu! Anaknya perempuan!
Lalu saya melihat Valleria, walaupun cuma sebentar. Dia sangat kecil.
Selama operasi berlangsung, saya terus membaca doa. Suster disana sempat bilang,
13.25 Valleria lahir dan menangis. Ya menangis! Walaupun tangisan itu kecil. Tapi dia menangis.
Dan semua orang di dalam ruangan bilang, Selamat ya, bu! Anaknya perempuan!
Lalu saya melihat Valleria, walaupun cuma sebentar. Dia sangat kecil.
Selama operasi berlangsung, saya terus membaca doa. Suster disana sempat bilang,
"dibawa tenang saja bu, tidur saja."
Walaupun mata saya sudah sangat ingin memejamkan mata, saya tetap berusaha untuk sadar dan membaca doa.
Sesaat setelah Valleria lahir saya sangat lega. Seperti nya beban saya selama 3 bulan terakhir semuanya hilang.
Sesaat setelah Valleria lahir saya sangat lega. Seperti nya beban saya selama 3 bulan terakhir semuanya hilang.
Selesai operasi, dr Erdwin menghampiri saya yang masih setengah sadar.
Dia menepuk saya sambil bilang
"Sudah lahir ya bu, anaknya perempuan. Dan bagusnya tadi dia menangis dan tidak biru! Tapi sepertinya memang dilihat dari bentuk fisiknya ada kelainan."
Lalu saya dipindahkan ke ruang pemulihan, dan suster memanggil keluarga saya. Tetapi setelah dipanggil beberapa kali, mereka tidak ada.
Kata suster, "mungkin lagi liat bayinya ya, bu".
Waktu itu saya juga sudah sangat ngantuk, jadi saya cuma bilang ke suster, "dingin ya sus."
Lalu suster memberikan saya selimut penghangat. Dan saat saya mulai ingin tidur, mama saya masuk. Dia tidak mengatakan apapun.
Saya bilang, "aku ngantuk ma."
Mama saya menjawab, "ya sudah tidur saja dulu."
No comments:
Post a Comment