Friday, February 26, 2016

It's a diagnosis. not a prognosis .....




5 hari Valleria di rumah, kami menerima banyak sekali tamu.
Hampir setiap hari kami kedatangan tamu dari dari pagi hingga malam.
Saya sering tidak sempat untuk mompa ASI karena banyak tamu yang bergantian datang.
Malam hari juga saya dan suami bergantian 2 jam sekali untuk memberikan asi untuk Valleria.
Valleria jarang sekali menangis. Dia hanya menangis apabila poop or pee.

Sabtu, 28 November 2015. Teman-teman kami ramai sekali yang datang. Semua orang keluar masuk kamar untuk melihat Valleria. Tidak sedikit teman-teman yang datang mendoakan Valleria.

Hari itu, teman saya, Hendra, yang juga photographer yang membantu saya foto maternity datang.
Dia tiba-tiba datang dan membawa kamera bilang, "Sini gw mau foto Valleria"



Bibir Valleria sangat kering. Karena dia minum tidak melalui mulutnya. Tapi melalui selang sonde langsung ke lambung.
Tiba-tiba Valleria poop. Jadi bete deh. 

Valleria bete lagi bobo terus dibukain semuanya buat foto.


nah ini dia sang photographer, Mr Hendra Kusuma, lagi curhat problema hidup sama Valleria.

Malam harinya saudara kami datang, salah satu dari mereka bilang ke saya, "Nanti ini kalau sudah lewat. Kamu harus minum obat ini. Itu untuk membersihkan virus-virus di dalam kamu" Saya diam.
Malam hari saat saya tidur, saya menangis. Saya merasa bersalah. Apa benar orang-orang menggangap saya yang menyebabkan Valleria seperti ini?
Karena saya dan suami sudah berjanji untuk tidak menangis di depan Valleria, dan oh ya, Valleria sama sekali tidak mau tidur di box nya, jadi dia selalu tidur disamping saya. Akhirnya saya menangis di kamar mandi selama 1 jam malam itu agar Valleria tidak tahu saya menangis.

Since Valleria was born, there are a lot of this phrase "Feed her these. Give her these tests. Take her to this place."
They were trying to tell me that I wasn't being a good enough mom. I'm getting so sick of explaining.....


Keesokan harinya, Valleria menangis dari pagi. Setiap saya taruh ke ranjangnya dia akan menangis, saya gendong juga nangis. Saya coba lepas bedongnya dia juga tetap menangis. Saya dan mertua saya terus bergantian menggendongnya. Tapi dia tetap tidak berhenti menangis. Rasanya saat itu serba salah. Mau gimana juga Valleria tidak berhenti menangis.
Saat itu suami saya sedang keluar untuk membeli barang. Saya terus mencoba menggendong dia dan membacakan doa. Akhirnya Valleria mulai tenang.
Setelah dia tenang, saya ingin mengembalikan dia ke ranjang. Saya lihat badan dia lemas. Dan saya coba goyang-goyangkan, dia tidak merespons apa-apa. Sampai sekitar 30 detik, dia tiba-tiba menarik nafas panjang. Kemudian dia mulai menangis lagi.
Ya ampun, saya ga ngerti apa yang dia rasakan. Mungkin dia sedang kesakitan. Waktu itu saya benar-benar tidak tau harus bagaimana. Saya mulai panik. Saya telpon suami saya agar dia segera pulang.

Saat suami saya tiba di rumah, Valleria masih terus menangis. Akhirnya saya coba kangaroo care selama 30 menit, akhirnya Valleria mulai tertidur pulas. Saya coba untuk mengembalikan dia ke ranjang.
Saat saya meletakkan Valleria ke ranjang, badannya dingin, pucat dan membiru. Dan juga sangat lemas. Saya goyang-goyangkan dia. Dia tetap tidak bereaksi. Sepertinya nafasnya berhenti.

Saat itu sekitar pukul 3 sore, kami langsung membawanya ke RS Harapan Kita. Saat kami tiba di UGD RS Haparan Kita, mereka melihat rekam medik Valleria. Setelah mengetahui Valleria adalah bayi Trisomy 18,
Dokter jaga disana mengatakan, "Ibu kan tahu anak ibu kondisinya bagaimana. Kalau begini, ga usah dibawa ke rumah sakit. Ibu rawat aja di rumah."
Dalam hati saya, masa kalau lihat anaknya sesak saya akan diam saja di rumah?
"Dia tadi apnea. Lupa nafas saat tidur. Sering terjadi apabila dia tidur terlalu nyenyak. Ini biasa pada anak seperti ini," lanjut dia.

Hari itu NICU mereka penuh, jadi mereka tidak bisa menerima Valleria. Valleria dipindahkan ke RS lain.
Selama 5 jam di UGD Rs Harapan Kita, Valleria terus menangis dan saturasi oksigennya sudah mulai terus turun. Akhirnya saya minta ke susternya agar Valleria dibantu pasang selang oksigen untuk membantu pernafasannya. Itulah pertama kali Valleria memakai selang oksigen.
Suster juga bergantian datang hanya untuk memberitahukan satu sama lain, bahwa Valleria ini bayi trisomi 18.
Selama di UGD, saya sendiri yang memberikan Valleria ASI dan mengganti popoknya.
Sampai jam 8 malam, akhirnya kami baru bisa membawa Valleria dengan ambulance ke RS Siloam Kebun Jeruk setelah mengurus segala macam urusan administrasi.

Sesampai di RS Siloam, dokter mengatakan bahwa Valleria terkena Pneumonia. Ada cairan di paru-parunya. Valleria harus dirawat di RS beberapa waktu. Saat ini, banyak selang terpasang di seluruh tubuh Valleria. Valleria mulai dipasang CPAP (Alat bantu pernafasan) , infus, sonde dll.
Sebelum pulang saya pamit ke Valleria, "Cepat kuat ya sayang, biar nanti bisa pulang lagi ke rumah tidur sama mama"

Setelah mengetahui Valleria adalah bayi trisomy 18, dokter menanyakan, sejauh mana kami ingin dia menangani Valleria.
Dilihat dari kondisinya, bisa jadi akan membaik. Atau malah akan semakin memburuk.
Kita pasti mengharapkan Valleria akan membaik.
Tapi kalau memburuk, apa kami ingin Valleria tetap hidup tapi selalu butuh alat bantu? Atau kami sudah pasrah dengan kondisinya?

"Lakukan terbaik yang dokter bisa. Seperti dokter memperlakukan bayi lain tanpa melihat Valleria adalah bayi trisomy 18" jawab kami waktu itu.

Saturday, February 20, 2016

But now I see

God,
Why you sent her to us? You made us so happy even though we did not expect it too soon in our early marriage.

Why You ask us to take care of her but she leave us so soon?
Her days were so short yet beautifully shared with us.
Not a single word spoke by her, but she taught us so well. She is the best teacher I ever had.

I am carrying my baby full term but I knew she would not be coming home from the hospital with me. It was the hardest thing I've ever done. Everyone wants to congratulate you, but those "strangers" had no idea what I was going to face at the end of my journey. No cute baby girl clothes or tiny hair bows for me...
I  knew it before I walk into the hospital that day. I was suprised that Valleria can spend a few days with us at home.

But now I see why You sent her to us.

Thank you to all of you who share your stories with me. Everyday I got lots of message from others. Yes. LOTSS!! It gives me strength. I hope I am able to encourage and inspire people just like what you have done for me.

Valleria lived 27 amazing days full of love. Now, my life goal is to give others mom hope when facing a negative diagnosis. I knew everyone got their own stories.We might not be on the same page. But, Never give up! 
Don't overthinking what people talk.
Its your life. Not theirs.
People will always talk whether you are doing good or bad

2015 has been the best year of my life. 
Married on Jan, 
Got pregnant on March, 
Given the diagnosis on July, 
Valleria born on November 
She gained her wings on December.
This is how my 2015 looks like :)

I wouldn't change a thing about my sweet angel. She was perfect.
Rembering those days made me wonder, "How can I past those days? Am I that strong?"
 I didn't regret my decision. If I can turn back time, would I do the same thing?
YES!

Tuesday, February 16, 2016

Gili short getaway


We went to Gili Trawangan for 3 days. But it's raining everyday. Yes from morning to night :(
So we just stay at the Villa. The location of the villa quite remote and far from the central.
We can't do snorkeling neither cycling around the island because of the rain. So that means, we need to come back again next time :)













Wednesday, February 10, 2016

Did You Hear Me?

Selama masa nifas, hanya suami saya yang tiap hari bolak balik rumah sakit.
Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, suami saya selalu mampir ke rumah sakit untuk menitipkan ASIP yang saya perah sehari sebelumnya. Syukur ASIP saya lebih dari cukup untuk Valleria. 
Karena pagi bukan jam besuk, suami saya hanya bisa menitipkan lewat suster dan kembali lagi siang atau sore nya setelah pulang kerja. Saya di rumah hanya bisa melihat melalui foto dan video yang dikirim oleh suami saya.
Seminggu kemudian, kakak ipar saya datang dari Medan. Kakak ipar saya mengajak saya ke rs untuk menengok Valleria. Tetapi saya dilarang oleh mama saya untuk keluar rumah karena itu masih masa nifas saya. Saat itu saya sempat beragumen dengan mama saya.

"Mama ga ngerti keadaan Valleria. Valleria tuh bisa kapan saja pergi!" kata saya waktu itu. 
"Trus sekarang kalau kamu ada apa-apa. Nanti Valleria ga ada, kamu juga mau sakit-sakitan?" jawabnya.
Akhirnya saya tetap pergi ditemani kakak ipar saya walaupun sudah dilarang oleh mama saya untuk keluar rumah. Saya tau perasaan mama saya untuk menjaga saya waktu itu. Tapi saya juga sangat ingin bertemu Valleria.


Sempat beberapa kali saya bilang ke suami saya, kalau Valleria di rumah sakit tidak ada penanganan apa-apa, sebaiknya dibawa pulang saja biar saya yang rawat. 
Tetapi setiap suami saya ke rs, dokter anaknya selalu tidak ada. Sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya kapan Valleria bisa dibawa pulang. Mungkin dokter juga sedang menunggu hasil cek darah kromosom.

10 hari Valleria di Rsab Harapan Kita, keadaan nya stabil dan mulai untuk dipindahkan ke box bayi biasa. Valleria tidak membutuhkan alat bantu apapun selama di rs. Saturasi oksigen tinggi dan detak jantung semua normal. Tetapi satu hari setelah pindah ke box biasa, temperatur badannya drop. Sehingga harus dipindahkan lagi ke inkubator. Saran dokter waktu itu melalui suami saya, apa ibu nya bisa datang untuk kangaroo care. Agar suhu badan nya bisa cepat stabil.
Maka dari itu, saya sangat bersikeras waktu itu untuk menjenguk Valleria walaupun dilarang. 


Sewaktu saya sampai di rs, Valleria masih di dalam inkubator, dan dia menangis saat akan saya gendong. Mungkin sedang tidur nyenyak tapi terbangun karena saya ganggu. Kemudian suster membantu saya mempersiapkan kangaroo care. Satu jam di pelukan saya, Valleria sangat tenang. Dia tertidur sangat lelap. Mungkin dia sangat nyaman karena selama ini hanya di dalam inkubator. Jam besuk pun berakhir, dan saya harus meninggalkan Valleria lagi. Saat itu, Valleria langsung dipindahkan ke box bayi biasa. 
Saya bilang, "mama pulang dulu ya. Nanti sore gantian papa yang datang ya" Dan ini ekspresinya waktu itu :D
Sore harinya suami saya menjenguk Valleria, kata suster setelah dipindahkan ke box biasa, Valleria terlihat agak kuning. Jadi di cek bilirubin nya ternyata agak sedikit rendah. Maka perlu di sinar UV selama 2 hari. 
Valleria saat sedang di sinar UV.
Keesokan harinya, kami diberi kabar bahwa hasil tes darah sudah keluar, dan positif trisomy 18. 
Walaupun selama ini kami sudah tahu bahwa kemungkinan terbesar adalah trisomy 18. Tetapi setiap hari kami masih berharap hasil tes darah akan berkata lain. 



Akhirnya saya memutuskan untuk mengupload foto Valleria di Instagram saya dan menceritakan tentang Valleria. Tanpa saya sangka, banyak teman yang memberikan semangat untuk saya dan mendukung keputusan saya untuk melanjutkan kehamilan saya. Selama ini saya lebih banyak berdiam diri. Jadi banyak yang tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi sewaktu saya hamil.

Suami saya juga memulai project #smileforValleria. Project ini sebenarnya hanya ingin mengumpulkan satu senyuman setiap harinya selama 30 hari. Kenapa 30 hari? Karena dokter memberikan diagnosa kemungkinan kecil  Valleria bisa bertahan hinggga 30 hari. Sehingga kita berpikiran, daripada kita menghabiskan 30 hari hanya untuk menangisi nasib dia. Kenapa tidak kita habiskan dengan kebahagiaan? Hanya dengan 1 senyuman 1 orang 1 hari. 
Dan ternyata project ini sangat didukung oleh banyak orang, pertama saudara, kemudian teman. dan sampai orang yang kita tidak kenal sebelumnya. Kami bisa mengumpulkan lebih dari 30 orang! We're feeling overwhelmed! 
We don't need to think how much time did she has in this world. The most important thing is we live today, we love today, and shower her with all the love we had. 

Banyak juga yang message saya, walaupun saya tidak kenal dengan mereka. Hanya sebagai sesama ibu. Walaupun kasus mereka berbeda, tapi mereka memberikan semangat kepada saya. It means a lot to me that time!
Tidak sedikit yang memberikan ucapan "please be strong" or "yang tabah ya" or "semoga kamu bisa menerima ya". Rasanya saya sudah bosan mendengar itu. Dan pengen saya jawab, kalau jadi saya, memangnya kamu se "strong" saya? Apa saya ga cukup strong? Sampai harus diberikan kata "be strong" Apa saya terlihat tidak mau menerima anak saya?

Saya tahu, sebenarnya mereka hanya ingin memberikanku semangat. Waktu itu saya rasanya lebih ingin mendengar "Berat ya, but you are so strong."

Melalui post saya di instagram ini juga saya bertemu dengan T18 Family. Dimulai dari comment di Instagram saya, saya bertemu mama-mama hebat lainnya di Indonesia. Dan diajak untuk bergabung dengan group whatsapp mereka. Disana saya melihat, banyak anak-anak T18 yang survive. Ada yang sudah berumur 1 tahun, 3 tahun bahkan 7 tahun! Dari sana saya mulai berpikir positif, Valleria harus tetap saya perjuangkan. 
Dari ibu-ibu hebat ini saya banyak belajar. Ya setelah kedatangan Valleria, saya mulai banyak belajar istilah-istilah medis. Banyak sekali istilah yang pertamanya saya tidak pernah dengar. Tapi saya harus tahu dan mengerti hal-hal itu sekarang. Group ini yang sangat berperan  besar membantu saya waktu itu.

Saya juga diajak bergabung dengan group T18 Singapore. Disana ada beberapa anak yang sudah sukses menjalankan operasi jantungnya. Ketika saya menanyakan hal ini dengan dokter di Indonesia, jawab mereka, untuk apa? Hasilnya juga belum tentu bagus. Malah bisa jadi dia meninggal di meja operasi.

Salah satu orang dari group T18 Singapore juga mengirimi saya buku yang berisi petunjuk untuk menjaga anak berkebutuhan khusus dan juga buku tentang Trisomy 18. Sayang, buku ini saya terima setelah Valleria pergi.

Karena postingan saya sudah dilihat oleh banyak orang. Banyak juga orang tidak dikenal message saya. Dan tidak sedikit yang malah berkomentar sesuatu yang sangat tidak ingin saya dengar.
"Anaknya ga bisa normal lagi la ya?"
"Waktu hamil kamu ngapain ya kok anak kamu jadi begini?"
"Dosa apa ya bisa jadi begini?"
Kalau sudah bgini, biasa nya saya sudah tidak jawab lagi. Kenal saja tidak. Tapi mereka bisa berkomentar seperti itu. Mau marah rasanya sama mereka. Tapi daripada mengabiskan energi saya untuk orang-orang seperti ini. Sebaiknya saya menghabiskan energi saya untuk Valleria.



23 November 2015. -12 hari setelah Valleria lahir-  Ulang tahun saya yang ke 27. Wish saya hanya satu. Valleria segera diizinkan pulang ke rumah.
Keesokan harinya Suami saya ditelpon oleh pihak rs bahwa kami sudah boleh membawa Valleria pulang. Dan kami diminta sore itu langsung bisa membawanya pulang. Tapi kami putuskan kami akan menjemputnya keesokan harinya. Karena masih banyak yang harus dipersiapkan sebelum dia pulang.
Kami diminta menyiapkan termometer, Valleria harus selalu dikontrol suhu badannya setiap 2 jam. Kami juga harus menyiapkan beberapa tabung suntik untuk keperluan Valleria minum melalui selang sondenya (OGT). Valleria membutuhkan perhatian 24 jam. Karena dia hanya bisa minum melalui selang OGT nya setiap 2 jam sekali. 
Valleria siap-siap mau pulang ke rumah :D 

Monday, February 8, 2016

The year of monkey



happy chinese new year all
Along with all the new hope and promises that the new year would bring
Hope it also bring us a lot more great opportunities.
Wish you have a very happy and successful year ahead.





Thursday, February 4, 2016

First time I hold you

Ternyata saya baru tidur sekitar 15 menit ketika suami saya masuk.
Saya bilang, "Tadi susternya panggilin ga ada orang katanya. Lagi pada liat dede ya"
"Kata dr Erdwin, dede kayaknya ada kelainan. Walaupun tadi dia di dalam bisa menangis, tapi dia tidak biru." Lanjut saya.
Karena sebelumnya, dr memprediksikan dia akan biru dan tidak akan kuat menangis.

Suami saya kemudian mulai menceritakan apa yang dikatakan oleh dr anak. Tentang trisomy 18, kelainan kromosom, dll.
Sewaktu dia menceritakan, saya tidak merasa sedih. Juga tidak merasa menyesal karena mempertahankan kehamilan ini. Saya tidak merasa perjuangan ini sia-sia. God put us in this situation for a reason. Mungkin sekarang saya tidak tahu kenapa harus saya. Tapi saya yakin, akan ada jawabannya nanti di kemudian hari.

Saya tanya, berat nya berapa?
"1.995 kg" jawab suami saya.
Saya bingung, loh kata dokter waktu itu sudah 2.5 kg. Kok sekarang tidak sampai 2 kg?
Setelah saya banyak membaca, ternyata kasus serupa banyak dijumpai oleh bayi trisomy lain. Berat badan rendah saat lahir dan tidak sesuai dengan prediksi dokter.

Syukurlah dede tidak perlu alat bantu nafas. Karena akan sangat repot apabila dia harus dipindahkan di rumah sakit yang berbeda dengan saya.

Saya belum diijinkan untuk menemui anak saya karena dia masih harus diobservarsi dan kemudian dipindahkan ke ruangan bayi. Dan juga saya masih harus pulih pasca operasi.

Pertamanya, saya bingung bagaimana menjelaskan ke teman ataupun saudara saya. Mungkin karena alasan ini lah saya butuh waktu 2 minggu untuk memberitahukan kepada teman-teman saya lainnya. Hanya orang-orang terdekat saya yang tahu bahwa saya sudah melahirkan. Pemikiran saya waktu itu, kalau saya tidak berani memberitahukan ke orang, berarti saya malu donk dengan anak saya.

Ada yang bertanya, kok dah lahiran ga ngabarin?
Waktu itu alasan saya, saya jarang pegang hp. Sebenarnya saya malas menjawab pertanyaan setiap orang.
Karena mereka akan balik bertanya, apa itu? ga pernah dengar.
Saya juga tidak jarang menjawab, "coba aja google. Banyak infonya disana."
Bukannya saya tidak mau menjelaskan, tapi apa saya harus menceritakan berulang kali ke setiap orang? Rasanya sedih ketika harus mengulang cerita yang sama.

Permasalahan lain muncul, karena berat badan Valleria yang rendah, kata suster maka perlu diberikan susu formula untuk menjaga kadar gulanya. Maka Valleria diberikan susu formula sampai ASI saya keluar.
Mertua saya mulai menanyakan, apakah ada donor asi? Tentu ASI lebih baik dari susu formula.
Sore setelah operasi, saya tidak istirahat, saya mencari-cari dimana mendapatkan donor ASI?
Saya sampai lihat semua daftar teman saya yang sedang menyusui anaknya. Dan satu persatu saya contact mereka. Dan akhirnya teman saya, Fenny, bersedia mendonorkan ASI nya untuk Valleria.
ASI yang diminum Valleria juga belum banyak. Valleria minum melalui selang sonde. Selang yang dimasukkan dari mulutnya langsung ke lambungnya. Hal ini untuk menjaga agar Valleria tidak tersedak dan tidak terlalu capai menyedot. Valleria minum sekitar 10ml/ 2 jam.

Keesokan harinya.

Siang itu, saya sedang beristirahat di kamar. Suami saya kembali ke kamar sehabis berbicara dengan dokter anak.
Saya tahu saat itu dia habis menangis.
Lalu dia mulai bercerita, butuh waktu 2 minggu untuk tahu hasil kromosom. Apakah positif trisomi atau tidak. Tetapi dilihat dari gejala klinis, dokter sangat yakin bahwa Valleria mempunyai kelainan kromosom. Dokter mulai bercerita, anak seperti ini incompatible with life. Bahwa orang tua sudah seharusnya pasrah. Dan kami diminta untuk menandatangani surat end of life. Dimana isi surat tersebut, bahwa pihak rumah sakit tidak akan melakukan tindakan invasif. Tidak akan ada pertolongan apabila terjadi sesuatu pada Valleria. Dan istilahnya adalah 'pulang paksa'. Jadi apabila Valleria kita bawa pulang, sewaktu-waktu dia butuh masuk rs lagi maka akan ditolak oleh pihak rumah sakit.
Dokter memberi perumpamaan, kalau ada seorang kakek umur 90 terdeteksi kanker, apa perlu dikemo lagi?
Intinya, Bayi seperti Valleria tidak perlu ditolong lagi karena itu hanya untuk memperpanjang umurnya.

Waktu itu kami semua bingung, apa tindakan terbaik yang harus kami lakukan. Membawa Valleria pulang? Atau biarkan dia di rumah sakit? Sempat terjadi diskusi panjang atas perihal ini.
Membawa dia pulang, dengan segala resiko yang ada. Tetapi dia bisa menghabiskan hidup bersama dengan keluarganya.
Atau membiarkan dia di rumah sakit? Untuk selalu dijaga oleh suster dan dokter. Mungkin ini bisa memperpanjang nyawanya? Tapi hidupnya hanya habis di ruang rumah sakit yang dingin.

Kata dokter ketika itu, para orang tua biasa membawa bayi nya pulang. Karena di rumah sakit juga hanya akan diberi makan, minum, mandi, ganti popok. Tetapi tidak akan ada tindakan medis apapun.

Sore itu, pada saat jam besuk, saya yang belum benar-benar pulih pasca operasi, didorong dengan kursi roda oleh suami saya, menengok anak kami, Valleria. Kami ditemani kedua mama kami.
Di dalam ruangan, banyak bayi-bayi lain. Karena saat itu sedang jam besuk, di sebelah saya seorang ibu sedang menggendong bayinya. Belakangan saya baru tahu, anaknya juga kelainan trisomy, trisomy 13. Mereka dari Lampung, dan sudah sebulan anaknya di rs. Selama 2 minggu Valleria di rs, mereka selalu ditempatkan di ruangan yang sama.
Ada juga bayi prematur, beratnya hanya 900 gram.
Bayi trisomy 21 dengan kelainan jantung,
dan bayi-bayi lainnya.
Ya ampun, saat itu saya merasa ternyata banyak orang tua dan bayi-bayi hebat disini.

Pertama kali saya melihat Valleria, Valleria sedang tertidur di dalam inkubator. Tidak lama kemudian, dia menangis. Mungkin dia tahu saya datang. Padahal kata suster, dia jarang menangis.
Lalu saya tanya suster apakah saya boleh menggendongnya?
Sewaktu saya menggendongnya, saya merasa dia sangat kecil. Dulu, menggendong bayi baru lahir yang beratnya normal saja saya tidak berani. Saya merasa mereka sangat kecil. Sekarang, bayi saya lebih kecil lagi :)

First time I hold her.
Mancungnya hidung Valleria. Saya juga bingung darimana mancungnya :D



Hari ke 3 setelah Valleria lahir, siang itu saya ditemani mama saya kembali ke ruang NICU untuk melihat Valleria. Saya juga sudah memulai memompa ASI saya, syukurlah ASI saya sudah mulai keluar kemarin malam. Walaupun Valleria tidak bisa langsung menyusui dari saya. Saya pompa dan saya titipkan ke suster jaga di ruang NICU.


Saat itu, walaupun jam besuk, tetapi hanya saya sendiri di dalam ruangan. (Hanya orang tua yang boleh masuk ke ruang NICU, nenek Valleria hanya bisa melihat dari kaca ruang NICU.) Tidak tahu kenapa, saya saat itu hanya ingin menangis. Valleria sedang tertidur di dalam inkubatornya. Dan saya hanya duduk disamping dia menangis. Pronogsisnya yang sangat buruk, Valleria bisa pergi kapan saja. Saat itu rasanya saya sudah tidak kuat lagi. Sakit saya sehabis melahirkan saja belum hilang. Tetapi saya sudah harus siap apabila anak saya dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Waktu itu dalam hati saya bilang, Valleria temani mama satu bulan ini ya.

Selama 30 menit saya menangis di samping Valleria. Setelah jam besuk hampir selesai, suster menghampiri saya.
Dia bertanya, "kenapa menangis? Banyak kok yang seperti ini. Bukan kamu sendiri"
Saya hanya terdiam dan terus menangis.
Kemudian dia melanjutkan, "Yang penting harus tetap sayang sama dia. Dia juga ga mau begini. Dia juga sedih. Cuma dia ga bisa ngo aja. Dia itu sebenarnya juga sakit."

Valleria jauh lebih kuat dari orang tuanya. Semenjak di dalam kandungan, dia sudah berjuang untuk hidup.
Valleria banyak mengalahkan pronogsis dokter ketika masih di dalam kandungan.
Dokter bilang, kemungkinan kontraksi dini dan lahir meninggal
Ternyata Valleria mampu bertahan sampai 39 minggu di dalam kandungan.
Dokter bilang, ketika lahir dia tidak akan kuat menangis. Dan dia akan membiru dan sesak
Ketika Valleria lahir dia langsung menangis dan tidak membiru.
Dokter bilang, dia akan butuh alat bantu nafas ketika lahir dilihat dari kelainan jantungnya yang sangat kompleks.
Valleria tidak butuh alat bantu nafas sejauh ini. Saturasi oksigennya juga selalu diatas 90%. Detak jantung juga normal walaupun dengan kompleksitas kelainan jantungnya.

Karena waktu itu adalah jam makan Valleria, saya diminta untuk belajar cara memberikan ASI melalui sonde yang terpasang. Karena nanti di rumah, saya yang harus memberikan minum Valleria.
Ketika kembali ke kamar, dr Erdwin sudah menunggu saya untuk kontrol jahitan saya pasca operasi.
"kenapa? habis liat bayinya ya nangis?" tanyanya.
Saya hanya tersenyum.
Dia kembali menjawab, "kan sudah tahu dari 3 bulan yang lalu. Mungkin selama ini masih denial. Mungkin dokter salah. Mungkin ini salah. Itu salah."
Ya benar dok, walaupun sudah mempersiapkan nya selama 3 bulan terakhir, tetap saja dok hati ini ga siap.
Mertua saya juga sempat menanyakan "jadi kapan boleh hamil lagi dok?"
"ya ga sah buru-buru bu, masih muda kan dia? Jaga dulu yang ini baik-baik." jawab dokter waktu itu.

Saya kembali ingin melihat Valleria sore itu, tetapi mama saya sempat melarang. Dia bilang, kalau kamu kesana cuma mau nangis, mama ga kasih kamu ke sana.
Saya jawab, ga. aku ga nangis lagi.
Ya sepertinya saya sudah puas menangis siang tadi. Tidak ada lagi hal yang perlu ditangisi. Sudah lewat masa sedih saya. Sekarang yang harus saya pikirkan adalah bagaimana menghabiskan waktu yang mungkin tidak banyak bersama Valleria.
Saya dan suami akhirnya sepakat bahwa kami tidak boleh lagi menangis di depan Valleria. Kami harus selalu memberikan aura positif untuk dia.

Hari ke 4, saya sudah diijinkan untuk pulang. Tetapi tidak dengan Valleria. Dokter masih harus menunggu hasil test kromosom. Pagi itu, saya sudah bersiap-siap untuk pulang sambil mempersiapkan beberapa plastik ASI untuk dititipkan.
Lalu saya bilang ke suami saya, yok ke ruang NICU sebentar, aku mau liat dede lagi sebelum pulang.
Sampai di ruang NICU, box inkubator Valleria kosong. Dia tidak ada di dalam boxnya. Saya sempat kaget dan panik. Saya tanya suster, bayinya kemana sus?
"Lagi di fetal echo lagi sama dr Poppy di atas. Nanti balik lagi saja ya bu," jawab susternya.
Oh syukurlah, tetapi saya jadi ga bisa melihat Valleria sebelum pulang.


Monday, February 1, 2016

.when you are not alone.

Hello!
Sebelum saya melanjutkan cerita saya, *cerita berikutnya akan diceritakan oleh suami saya. Karena setelah melahirkan, saya hanya berbaring di tempat tidur pasca operasi. Jadi untuk lebih detailnya hanya suami saya yang mengetahui apa yang terjadi*

Saya ingin menyampaikan terima kasih untuk semua support yang berdatangan untuk saya. Saya bukanlah wanita kuat. Bukanlah juga wanita hebat seperti yang kalian bayangkan. Saya hanya seorang wanita yang berusaha memberikan yang terbaik untuk anak saya. Anak yang dititipkan kepada saya. Apapun keadaanya harus dijaga dengan baik semampu saya. Hanya itu yang menjadi pedoman saya.

Dan saya juga ingin mengucapkan terima kasih untuk suami saya, Anthony. Yang selalu mendukung saya, baik dalam suka maupun duka selama perjalanan ini. Selalu mempercayai saya bahwa saya bisa melewati semua ini, walaupun terkadang saya merasa ingin menyerah.

Ketiga, untuk kedua orangtua dan mertua saya. Sewaktu pertama kali mengambil keputusan untuk mempertahankan kehamilan ini, saya hanya memikirkan bahwa ini keputusan saya dan saya toh tidak menyusahkan orang-orang sekitar saya. Tetapi saya salah. Ternyata keluarga sangat berperan besar dalam perjalanan ini.

Saya juga sangat berterima kasih untuk ci Kiki, dia yang sangat mendukung saya untuk menulis dan menceritakan pengalaman saya agar banyak orang bisa membaca dan tidak merasa sendirian lagi. Dia yang selalu memberikan semangat untuk saya. What a kind-hearted lady!

Sebelumnya, ketika orang menanyakan saya tentang kehamilan atau bayi saya, saya malas menceritakan dengan detail. Because it's a long story, dan juga banyak orang yang sebenarnya tidak benar-benar perduli. Saya cerita juga kadang mereka tidak mengerti.

Tetapi setelah kejadian ini, banyak teman atau saudara yang berbagi tentang perjuangannya untuk mendapatkan buah hati. Saya merasa saya tidak sendiri lagi.
Karena waktu terberat saya saat itu adalah ketika saya merasa sendiri.

Saya memutuskan untuk berbagi pengalaman saya, karena saya tahu diluar sana tidak sedikit orang tua yang kehilangan buah hatinya dan penuh perjuangan untuk mendapatkan malaikat kecilnya.
Saya tidak sedang mengeluh tentang hidup saya. Saya sangat berterima kasih atas apa yang terjadi. Because of this, I learned how to love myself and appreciate life.
Saya juga tidak menyangka, ternyata dengan bercerita saya menjadi lebih lega.

Saya juga bukan sedang mencari perhatian atau belas kasihan dari orang. Tapi saya hanya ingin berbagi agar mereka yang memiliki pengalaman serupa dengan saya, bisa bangkit dan tidak putus asa. Mereka tidak perlu merasakan depresi yang saya rasakan ketika saya merasa 'mengapa harus saya?'
I just want to say, YOU ARE NOT ALONE!  

We all go through trials in different ways. No matter what you might be facing right now, just remember God is in control. Never lose hope!

Once again, Thank you for all the supports and prayers! 




Here is one big SMILE from us to you. Cheers! 

The day that we are waiting for

 10 November 2015

Setelah dijadwalkan untuk operasi sesar pada tanggal 11, kami diminta untuk masuk Rs pada tanggal 10 November untuk mepersiapkan semuanya. 
Pada pagi hari itu, saya dan suami ke rumah orang tua saya untuk mengambil beberapa perlengkapan, lalu makan siang dan kemudian menuju rumah sakit.
Sekitar pukul 15.00 saya,suami, dan mama mertua saya (baru saja tiba sehari sebelumnya dari Medan) sampai di rumah sakit, setelah melengkapi berbagai keperluan administrasi akhirnya kami diijinkan untuk masuk ke kamar.
Tidak berapa lama, orang tua saya pun datang untuk menemani saya. Karena suami saya akan mengantar mama mertua saya pulang ke rumah untuk istirahat.
Sebelum mengantar mamanya, saya bilang sama suami saya, 
"Beli dunkin donuts yok. Nanti sebulan aku puasa ga boleh makan apa-apa. Hehe jadi puasin dulu makan"

Kami jalan-jalan berdua di sekitar rumah sakit sambil mencari makanan. Sebenarnya kehamilan saya sangat berjalan mulus. Tidak ada kontraksi, semuanya baik. Setiap suster mengecek detak jantung dede, semua juga bagus. Tidak ada kelainan apapun. Semuanya normal.
dr Erdwin memberikan catatan kepada pihak rumah sakit bahwa bayi saya ada kelainan jantung dan perlu untuk dipersiapkan ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Dan ruang NICU yang perlu disiapkan adalah NICU level 3, dimana merupakan tempat bayi yang membutuhkan alat bantu nafas karena mereka tidak bisa bernafas sendiri.
Saat suami saya mengantar mertua saya pulang, dr jaga NICU datang ke kamar saya dan memberitahukan bahwa ruang NICU mereka sudah penuh. Baik level 3 maupun level 2 (NICU yang tidak membutuhkan alat bantu nafas namun tetap di kontrol 24 jam).  Dan kami diminta, kalau memungkinkan menunda kelahiran.

"Jadi saya harus tunda sampai kapan?" tanya saya.
Dr jaga juga tidak bisa memberikan kepastian, ruang NICU mereka memang selalu penuh karena banyak sekali rujukan dari rumah sakit lain baik dari Jakarta maupun dari luar kota. Saya waktu itu juga tidak bisa memberikan keputusan, karena suami saya sedang tidak ada.
Setelah suami saya kembali dan bertemu dengan dr jaga, dr jaga mengatakan, sebaiknya bayi nya tetap di dalam kandungan dulu. Karena menurut dia, di dalam kandungan bayi nya lebih aman. Sedangkan kalau sudah di luar, kita tidak tau bagaimana kondisi dia nanti.

Waktu itu sebenarnya hati kecil saya sangat yakin, bayi kami, yang kami akan beri nama 'VALLERIA ELINOR HUANG' , tidak akan butuh ruang NICU.
Dan dokter tersebut mengatakan tidak ada yang bisa dilakukan ketika nanti butuh alat bantu nafas karena semua ruangan sudah penuh. Setelah berbincang cukup lama namun kami tetap tidak menemukan jalan keluar,
akhirnya kami mengatakan bahwa apabila perlu menunda kelahiran, biar dokter kandungan yang memutuskan.

Akhirnya malam itu saya tidak bisa tidur. Saya cuma bolak balik di kasur. Suami saya tidur di sofa. Setiap beberapa jam suster datang untuk mengecek kondisi dede di dalam kandungan dan kondisi saya.
Sampai pukul 23.30 dr Erdwin mengetuk pintu kamar dan bilang, besok tetap akan operasi pukul 12.00 seperti yang dijadwalkan. Saya sedikit lega mendengarnya.

Tetapi malam itu saya benar-benar tidak bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar saya melihat jam, dan melihat suami saya. Karena saya jam 4 diminta untuk  mulai puasa, maka saya akhirnya jam 3 bangun untuk makan sebelum saya puasa malam itu. Setelah makan, saya baru mulai bisa memejamkan mata. Dan jam 5 suster sudah mengetuk pintu untuk mengecek kondisi saya. Setelah itu, saya sudah sangat segar dan tidak bisa memejamkan mata lagi.


11 November 2015
Akhirnya setelah 2 jam di kasur hanya bermain dengan hp saya, saya bangun untuk mandi dan keramas (saya sangat menikmati keramas saya hari itu haha karena keramas saya berikutnya adalah 30 hari kemudian). 
Dalam tradisi kami, selepas melahirkan, pada masa nifas, kami tidak boleh mandi selama 12 hari pertama. Dan tidak boleh keramas selama 30 hari. Selesai mandi, suami saya keluar sebentar untuk sarapan.
Lalu tidak lama, orang tua dan ke dua mertua saya datang (papa suami saya baru tiba dari Medan semalam). Lalu suster mulai datang untuk menyiapkan semua keperluan sebelum operasi.
Sekitar pukul 11.00 Saya mulai diinfus karena jadwal operasi saya jam 12. Dan bersiap-siap untuk masuk ruang operasi. Saat jarum infus sudah disuntikkan, pihak rumah sakit tidak mengijinkan saya masuk ruang operasi. Suami saya diminta untuk menandatangani surat, bahwa orang tua mengetahui bahwa ruang NICU penuh dan orang tua menyetujui tidak akan dirawat di ruang NICU level 3.
Waktu itu saya sudah sangat nervous dengan jarum di tangan saya dan akan masuk ke ruang operasi. Tetapi saya tidak boleh masuk sebelum surat itu di tandatangani. Kami tentunya tidak menyetujui hal itu. Apakah mereka akan membiarkan saja bayi saya? Hampir 1 jam mereka berdebat di luar ruangan. Saya di dalam menunggu dengan sangat tegang.
Sebentar-sebentar bertanya, "Sudah beres blom sih?"

Saya rasanya waktu itu cuma pengen cepat-cepat operasi. Saya mau lihat anak saya.
Akhirnya keputusan bersama diambil, pihak rs akan memonitor bayinya selama 6 jam setelah lahir. Apabila dibutuhkan masuk ruang NICU dan rs penuh, mereka akan rujuk ke rs lain.

Pukul 13.00 saya masuk ke ruang operasi.
Saat masuk ruang operasi dan berpamitan dengan suami saya.
Suster bilang ke suami saya, "bapak nanti lihat bayi nya dari jendela sana ya."

Lalu saya masuk ruang operasi, dr Erdwin masih sempat menepuk pundak saya bilang, 
"tenang ya."
Lalu saya mulai dibius. Dan dokter mulai melakukan operasi.

13.25 Valleria lahir dan menangis. Ya menangis! Walaupun tangisan itu kecil. Tapi dia menangis.
Dan semua orang di dalam ruangan bilang, Selamat ya, bu! Anaknya perempuan!

Lalu saya melihat Valleria, walaupun cuma sebentar. Dia sangat kecil.
Selama operasi berlangsung, saya terus membaca doa. Suster disana sempat bilang, 
"dibawa tenang saja bu, tidur saja."
Walaupun mata saya sudah sangat ingin memejamkan mata, saya tetap berusaha untuk sadar dan membaca doa.
Sesaat setelah Valleria lahir saya sangat lega. Seperti nya beban saya selama 3 bulan terakhir semuanya hilang.

Selesai operasi, dr Erdwin menghampiri saya yang masih setengah sadar.
Dia menepuk saya sambil bilang 
"Sudah lahir ya bu, anaknya perempuan. Dan bagusnya tadi dia menangis dan tidak biru! Tapi sepertinya memang dilihat dari bentuk fisiknya ada kelainan."

Lalu saya dipindahkan ke ruang pemulihan, dan suster memanggil keluarga saya. Tetapi setelah dipanggil beberapa kali, mereka tidak ada.
Kata suster, "mungkin lagi liat bayinya ya, bu".
Waktu itu saya juga sudah sangat ngantuk, jadi saya cuma bilang ke suster,  "dingin ya sus."
Lalu suster memberikan saya selimut penghangat. Dan saat saya mulai ingin tidur, mama saya masuk. Dia tidak mengatakan apapun. 
Saya bilang, "aku ngantuk ma."
Mama saya menjawab, "ya sudah tidur saja dulu."