Saya bilang, "Tadi susternya panggilin ga ada orang katanya. Lagi pada liat dede ya"
"Kata dr Erdwin, dede kayaknya ada kelainan. Walaupun tadi dia di dalam bisa menangis, tapi dia tidak biru." Lanjut saya.
Karena sebelumnya, dr memprediksikan dia akan biru dan tidak akan kuat menangis.
Suami saya kemudian mulai menceritakan apa yang dikatakan oleh dr anak. Tentang trisomy 18, kelainan kromosom, dll.
Sewaktu dia menceritakan, saya tidak merasa sedih. Juga tidak merasa menyesal karena mempertahankan kehamilan ini. Saya tidak merasa perjuangan ini sia-sia. God put us in this situation for a reason. Mungkin sekarang saya tidak tahu kenapa harus saya. Tapi saya yakin, akan ada jawabannya nanti di kemudian hari.
Saya tanya, berat nya berapa?
"1.995 kg" jawab suami saya.
Saya bingung, loh kata dokter waktu itu sudah 2.5 kg. Kok sekarang tidak sampai 2 kg?
Setelah saya banyak membaca, ternyata kasus serupa banyak dijumpai oleh bayi trisomy lain. Berat badan rendah saat lahir dan tidak sesuai dengan prediksi dokter.
Syukurlah dede tidak perlu alat bantu nafas. Karena akan sangat repot apabila dia harus dipindahkan di rumah sakit yang berbeda dengan saya.
Saya belum diijinkan untuk menemui anak saya karena dia masih harus diobservarsi dan kemudian dipindahkan ke ruangan bayi. Dan juga saya masih harus pulih pasca operasi.
Pertamanya, saya bingung bagaimana menjelaskan ke teman ataupun saudara saya. Mungkin karena alasan ini lah saya butuh waktu 2 minggu untuk memberitahukan kepada teman-teman saya lainnya. Hanya orang-orang terdekat saya yang tahu bahwa saya sudah melahirkan. Pemikiran saya waktu itu, kalau saya tidak berani memberitahukan ke orang, berarti saya malu donk dengan anak saya.
Ada yang bertanya, kok dah lahiran ga ngabarin?
Waktu itu alasan saya, saya jarang pegang hp. Sebenarnya saya malas menjawab pertanyaan setiap orang.
Karena mereka akan balik bertanya, apa itu? ga pernah dengar.
Saya juga tidak jarang menjawab, "coba aja google. Banyak infonya disana."
Bukannya saya tidak mau menjelaskan, tapi apa saya harus menceritakan berulang kali ke setiap orang? Rasanya sedih ketika harus mengulang cerita yang sama.
Permasalahan lain muncul, karena berat badan Valleria yang rendah, kata suster maka perlu diberikan susu formula untuk menjaga kadar gulanya. Maka Valleria diberikan susu formula sampai ASI saya keluar.
Mertua saya mulai menanyakan, apakah ada donor asi? Tentu ASI lebih baik dari susu formula.
Sore setelah operasi, saya tidak istirahat, saya mencari-cari dimana mendapatkan donor ASI?
Saya sampai lihat semua daftar teman saya yang sedang menyusui anaknya. Dan satu persatu saya contact mereka. Dan akhirnya teman saya, Fenny, bersedia mendonorkan ASI nya untuk Valleria.
ASI yang diminum Valleria juga belum banyak. Valleria minum melalui selang sonde. Selang yang dimasukkan dari mulutnya langsung ke lambungnya. Hal ini untuk menjaga agar Valleria tidak tersedak dan tidak terlalu capai menyedot. Valleria minum sekitar 10ml/ 2 jam.
Keesokan harinya.
Siang itu, saya sedang beristirahat di kamar. Suami saya kembali ke kamar sehabis berbicara dengan dokter anak.
Saya tahu saat itu dia habis menangis.
Lalu dia mulai bercerita, butuh waktu 2 minggu untuk tahu hasil kromosom. Apakah positif trisomi atau tidak. Tetapi dilihat dari gejala klinis, dokter sangat yakin bahwa Valleria mempunyai kelainan kromosom. Dokter mulai bercerita, anak seperti ini incompatible with life. Bahwa orang tua sudah seharusnya pasrah. Dan kami diminta untuk menandatangani surat end of life. Dimana isi surat tersebut, bahwa pihak rumah sakit tidak akan melakukan tindakan invasif. Tidak akan ada pertolongan apabila terjadi sesuatu pada Valleria. Dan istilahnya adalah 'pulang paksa'. Jadi apabila Valleria kita bawa pulang, sewaktu-waktu dia butuh masuk rs lagi maka akan ditolak oleh pihak rumah sakit.
Dokter memberi perumpamaan, kalau ada seorang kakek umur 90 terdeteksi kanker, apa perlu dikemo lagi?
Intinya, Bayi seperti Valleria tidak perlu ditolong lagi karena itu hanya untuk memperpanjang umurnya.
Waktu itu kami semua bingung, apa tindakan terbaik yang harus kami lakukan. Membawa Valleria pulang? Atau biarkan dia di rumah sakit? Sempat terjadi diskusi panjang atas perihal ini.
Membawa dia pulang, dengan segala resiko yang ada. Tetapi dia bisa menghabiskan hidup bersama dengan keluarganya.
Atau membiarkan dia di rumah sakit? Untuk selalu dijaga oleh suster dan dokter. Mungkin ini bisa memperpanjang nyawanya? Tapi hidupnya hanya habis di ruang rumah sakit yang dingin.
Kata dokter ketika itu, para orang tua biasa membawa bayi nya pulang. Karena di rumah sakit juga hanya akan diberi makan, minum, mandi, ganti popok. Tetapi tidak akan ada tindakan medis apapun.
Sore itu, pada saat jam besuk, saya yang belum benar-benar pulih pasca operasi, didorong dengan kursi roda oleh suami saya, menengok anak kami, Valleria. Kami ditemani kedua mama kami.
Di dalam ruangan, banyak bayi-bayi lain. Karena saat itu sedang jam besuk, di sebelah saya seorang ibu sedang menggendong bayinya. Belakangan saya baru tahu, anaknya juga kelainan trisomy, trisomy 13. Mereka dari Lampung, dan sudah sebulan anaknya di rs. Selama 2 minggu Valleria di rs, mereka selalu ditempatkan di ruangan yang sama.
Ada juga bayi prematur, beratnya hanya 900 gram.
Bayi trisomy 21 dengan kelainan jantung,
dan bayi-bayi lainnya.
Ya ampun, saat itu saya merasa ternyata banyak orang tua dan bayi-bayi hebat disini.
Pertama kali saya melihat Valleria, Valleria sedang tertidur di dalam inkubator. Tidak lama kemudian, dia menangis. Mungkin dia tahu saya datang. Padahal kata suster, dia jarang menangis.
Lalu saya tanya suster apakah saya boleh menggendongnya?
Sewaktu saya menggendongnya, saya merasa dia sangat kecil. Dulu, menggendong bayi baru lahir yang beratnya normal saja saya tidak berani. Saya merasa mereka sangat kecil. Sekarang, bayi saya lebih kecil lagi :)
First time I hold her. |
Mancungnya hidung Valleria. Saya juga bingung darimana mancungnya :D |
Hari ke 3 setelah Valleria lahir, siang itu saya ditemani mama saya kembali ke ruang NICU untuk melihat Valleria. Saya juga sudah memulai memompa ASI saya, syukurlah ASI saya sudah mulai keluar kemarin malam. Walaupun Valleria tidak bisa langsung menyusui dari saya. Saya pompa dan saya titipkan ke suster jaga di ruang NICU.
Saat itu, walaupun jam besuk, tetapi hanya saya sendiri di dalam ruangan. (Hanya orang tua yang boleh masuk ke ruang NICU, nenek Valleria hanya bisa melihat dari kaca ruang NICU.) Tidak tahu kenapa, saya saat itu hanya ingin menangis. Valleria sedang tertidur di dalam inkubatornya. Dan saya hanya duduk disamping dia menangis. Pronogsisnya yang sangat buruk, Valleria bisa pergi kapan saja. Saat itu rasanya saya sudah tidak kuat lagi. Sakit saya sehabis melahirkan saja belum hilang. Tetapi saya sudah harus siap apabila anak saya dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Waktu itu dalam hati saya bilang, Valleria temani mama satu bulan ini ya.
Selama 30 menit saya menangis di samping Valleria. Setelah jam besuk hampir selesai, suster menghampiri saya.
Dia bertanya, "kenapa menangis? Banyak kok yang seperti ini. Bukan kamu sendiri"
Saya hanya terdiam dan terus menangis.
Kemudian dia melanjutkan, "Yang penting harus tetap sayang sama dia. Dia juga ga mau begini. Dia juga sedih. Cuma dia ga bisa ngo aja. Dia itu sebenarnya juga sakit."
Valleria jauh lebih kuat dari orang tuanya. Semenjak di dalam kandungan, dia sudah berjuang untuk hidup.
Valleria banyak mengalahkan pronogsis dokter ketika masih di dalam kandungan.
Dokter bilang, kemungkinan kontraksi dini dan lahir meninggal.
Ternyata Valleria mampu bertahan sampai 39 minggu di dalam kandungan.
Dokter bilang, ketika lahir dia tidak akan kuat menangis. Dan dia akan membiru dan sesak.
Ketika Valleria lahir dia langsung menangis dan tidak membiru.
Dokter bilang, dia akan butuh alat bantu nafas ketika lahir dilihat dari kelainan jantungnya yang sangat kompleks.
Valleria tidak butuh alat bantu nafas sejauh ini. Saturasi oksigennya juga selalu diatas 90%. Detak jantung juga normal walaupun dengan kompleksitas kelainan jantungnya.
Karena waktu itu adalah jam makan Valleria, saya diminta untuk belajar cara memberikan ASI melalui sonde yang terpasang. Karena nanti di rumah, saya yang harus memberikan minum Valleria.
Ketika kembali ke kamar, dr Erdwin sudah menunggu saya untuk kontrol jahitan saya pasca operasi.
"kenapa? habis liat bayinya ya nangis?" tanyanya.
Saya hanya tersenyum.
Dia kembali menjawab, "kan sudah tahu dari 3 bulan yang lalu. Mungkin selama ini masih denial. Mungkin dokter salah. Mungkin ini salah. Itu salah."
Ya benar dok, walaupun sudah mempersiapkan nya selama 3 bulan terakhir, tetap saja dok hati ini ga siap.
Mertua saya juga sempat menanyakan "jadi kapan boleh hamil lagi dok?"
"ya ga sah buru-buru bu, masih muda kan dia? Jaga dulu yang ini baik-baik." jawab dokter waktu itu.
Saya kembali ingin melihat Valleria sore itu, tetapi mama saya sempat melarang. Dia bilang, kalau kamu kesana cuma mau nangis, mama ga kasih kamu ke sana.
Saya jawab, ga. aku ga nangis lagi.
Ya sepertinya saya sudah puas menangis siang tadi. Tidak ada lagi hal yang perlu ditangisi. Sudah lewat masa sedih saya. Sekarang yang harus saya pikirkan adalah bagaimana menghabiskan waktu yang mungkin tidak banyak bersama Valleria.
Saya dan suami akhirnya sepakat bahwa kami tidak boleh lagi menangis di depan Valleria. Kami harus selalu memberikan aura positif untuk dia.
Hari ke 4, saya sudah diijinkan untuk pulang. Tetapi tidak dengan Valleria. Dokter masih harus menunggu hasil test kromosom. Pagi itu, saya sudah bersiap-siap untuk pulang sambil mempersiapkan beberapa plastik ASI untuk dititipkan.
Lalu saya bilang ke suami saya, yok ke ruang NICU sebentar, aku mau liat dede lagi sebelum pulang.
Sampai di ruang NICU, box inkubator Valleria kosong. Dia tidak ada di dalam boxnya. Saya sempat kaget dan panik. Saya tanya suster, bayinya kemana sus?
"Lagi di fetal echo lagi sama dr Poppy di atas. Nanti balik lagi saja ya bu," jawab susternya.
Oh syukurlah, tetapi saya jadi ga bisa melihat Valleria sebelum pulang.
Mertua saya juga sempat menanyakan "jadi kapan boleh hamil lagi dok?"
"ya ga sah buru-buru bu, masih muda kan dia? Jaga dulu yang ini baik-baik." jawab dokter waktu itu.
Saya kembali ingin melihat Valleria sore itu, tetapi mama saya sempat melarang. Dia bilang, kalau kamu kesana cuma mau nangis, mama ga kasih kamu ke sana.
Saya jawab, ga. aku ga nangis lagi.
Ya sepertinya saya sudah puas menangis siang tadi. Tidak ada lagi hal yang perlu ditangisi. Sudah lewat masa sedih saya. Sekarang yang harus saya pikirkan adalah bagaimana menghabiskan waktu yang mungkin tidak banyak bersama Valleria.
Saya dan suami akhirnya sepakat bahwa kami tidak boleh lagi menangis di depan Valleria. Kami harus selalu memberikan aura positif untuk dia.
Hari ke 4, saya sudah diijinkan untuk pulang. Tetapi tidak dengan Valleria. Dokter masih harus menunggu hasil test kromosom. Pagi itu, saya sudah bersiap-siap untuk pulang sambil mempersiapkan beberapa plastik ASI untuk dititipkan.
Lalu saya bilang ke suami saya, yok ke ruang NICU sebentar, aku mau liat dede lagi sebelum pulang.
Sampai di ruang NICU, box inkubator Valleria kosong. Dia tidak ada di dalam boxnya. Saya sempat kaget dan panik. Saya tanya suster, bayinya kemana sus?
"Lagi di fetal echo lagi sama dr Poppy di atas. Nanti balik lagi saja ya bu," jawab susternya.
Oh syukurlah, tetapi saya jadi ga bisa melihat Valleria sebelum pulang.
What a beautiful story. Please don't stop writing.
ReplyDeleteThanks a lot!
DeleteHello ci actually i just starting read ur story found from ci kiki ig.. Ur story made me cried alot cause im a 29weeks premature mom..
ReplyDeleteAk baca crita cc serasa look back at september 2012 that day my boy born with those sepsis n living in nicu for 2month and 14days at normal ward.. banyak harapan yg kita mau memang tapi if we trust in God, he will do the rest.. Apapun itu hasil akhirnya is it good or bad just trust God will do the best for us..
(My boy now 3.5yo)
Youre an ispiring mom.. Abis jd prem mom ak banyak share dgn momies yg same case.. And read ur blog said YOURE NOT ALONE really make me brave.. Ak trauma setelah kejadian 2012 dan sampai sekarang walo hati kecil pengen kasi dd buat my boy tapi byk pertanyaan diotak ak n statement yg bilang klo uda perna prem bisa begitu lagi dan ak ngerasa ak yang buat bayi kcil innocent jd sakit tapi dgn baca ur blog i found a reason everything will b alright.. Really happy you came out wrote this such a amazing story.. Dun give up and just trust in God.. Hope i can share more in advance with u ci.. Gbu
Yang kuat ya...GBU n Baby 😗
ReplyDeleteYang kuat ya...GBU n Baby 😗
ReplyDeleteThank you :)
Deletehai sis.. just wanna say u're chosen to be a mother of awesome baby :) pasti terasa berat wkt itu.. tp g bs disangkal kt terkagum2 dg betapa kuat n berani baby semungil itu ya :) anak pertamaku lahir prematur saat kandungan 6bln shg bbrp organ blm berkembang sempurna.setiap hari berharap mujizat n 1 bln tepat bolak balik rmh-nicu..tepat saat manyue dia kembali ke surga.. it will be unforgettable memory,tp bersyukur diijinkan Tuhan belajar dr seorang bayi yg luar biasa.. di balik kehilangan, ada rasa bangga bs punya anak sehebat itu daya juangnya. chaayooo ! kmu jauh lbh kuat n tegar drpd aku dl sis..saluuutt bgt. Tuhan pst akan menghadirkan bayi mungil yg sehat utk menemanimu n suami. Gbu n thank you for sharing
ReplyDeletehi sis :) Thanks for the prayer :) I hope the same for you too :)
DeleteThanks a lot !
Tough mommy.. i believe there is a miracle from god.. kebetulan sy jg pasien dr edwin.. baru dateng pertama kl cek up d dr edwin di 34w.. langsung d rujuk k rs .. dan akhirnya baby saya tidak terselamatkan.. tepatnya minggu lalu.. i know how it feels.. hope the best for your baby..
ReplyDelete